PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM  

STUDI ATAS PEMIKIRAN Prof. Dr. FAZLUR RAHMAN

 

A.    PENDAHULUAN

Ketika memasuki abad ke-18 terjadilah desakan yang begitu hebat oleh penetrasi Barat terhadap dunia Islam, yang membuat umat Islam membuka mata dan menyadari betapa mundurnya umat Islam itu jika dihadapkan dengan kemajuan Barat. Untuk mengobati kemunduran umat Islam tersebut, maka pada abad ke-20 mulailah diadakan usaha-usaha pembaharuan dalam segala bidang kehidupan manusia termasuk dalam bidang pendidikan.
            Manurut Fazlur Rahman, meskipun telah dilakukan usaha-usaha pembaharuan Pendidikan Islam, namun dunia pendidikan Islam masih saja dihadapkan pada beberapa problema. Tujuan pendidikan Islam yang ada saat itu  tidaklah benar-benar diarahkan pada tujuan yang positif. Tujuan pendidikan Islam hanya diorientasikan kepada kehidupan akherat semata dan cenderung bersifat defensif, yaitu untuk menyelamatkan umat Islam dari pencemaran dan pengrusakan yang ditimbulkan oleh dampak gagasan Barat yang datang melalui berbagai disiplin ilmu, terutama gagasan-gagasan yang mengancam standar-standar moralitas tradisional Islam. (Rahman, 1982 : 86)
            Pada dasarnya ada tiga pendekatan pembaharuan pendidikan yang dilakukan pada waktu itu, yaitu pengislaman pendidikan sekuler modern, menyederhanakan silabus-silabus tradisional dan menggabungkan cabang-cabang ilmu pengetahuan lama dengan cabang-cabang ilmu pengetahuan modern.
           Oleh karena itu, untuk mengetahui bagaimana pemecahan problema pendidikan Islam tersebut, maka studi gagasan Fazlur Rahman tentang solusi problema pendidikan Islam modern menjadi sangat penting.

B.     PEMBAHASAN

1. Sekilas Tentang "Fazlur Rahman"
            Fazlur Rahman (selanjutnya ditulis “Rahman”) dilahirkan pada tanggal 21 September 1919 di daerah Barat Laut Pakistan, dan      dibesarkan dalam keluarga dengan tradisi Mazhab Hanafi, sebuah Mazhab Sunni yang lebih bercorak rasional dari pada mazhab Sunni lainnya. Sekalipun ia pengikut Sunni, namun pemikirannya pada masa belakangan sangat kritis terhadap Sunni juga terhadap Syi'i.....Rahman, mempelajari ilmu-ilmu Islam secara formal di Madrasah. Selain itu, ia juga menerima pelajaran dari ayahnya, seorang ulama dari Deoband.
            Setelah menamatkan pendidikan menengah di madrasah,"Rahman", melanjutkan studinya di Departemen Ketimuran, Universitas Punjab. Pada 1942, ia berhasil menyelesaikan pendidikan akademisnya di universitas tersebut dengan meraih gelar MA, dalam sastra Arab. Sekalipun "Rahman" terdidik dalam lingkungan pendidikan Islam tradisional, sikap kritis mengantarkan jati dirinya sebagai seorang pemikir yang berbeda dengan kebanyakan alumni madrasah. Sikap kritis yang menggambarkan ketidakpuasan terhadap sistem pendidikan tradisional, terlihat dari keputusannya studi ke Barat, Oxford University, Inggris. Pada tahun 1946, satu tahun sebelum Pakistan mendeka "Rahman" berangkat ke Inggris untuk melanjutkan studinya di Oxford University. Keputusannya merupakan awal sikap kontroversi "Rahman". ....Keputusan "Rahman" untuk melanjutkan studi Islamnya ke Barat, Oxford, bukan tanpa alasan yang kuat. Kondisi obyektif masyarakat Pakistan belum mampu menciptakan iklim intelektual yang solid ("Rahman", dikutip Gufron A.Mas'adi, 1997:15-16). 
            Pada tahun 1951, "Rahman" menyelesaikan studi doktornya di Oxford University dengan mengajukan disertasi tentang Ibnu Sina. Ia pernah mengajar di Universitas Durham untuk beberapa waktu, kemudian di Institute of Islamic Studic Research, Karachi. Di antara karya-karyanya yang pernah dipublikasikan adalah: (1) Prophecy in Islam, London, 1958 : (2) Ibnu Sina, De Amina, (teks berbahasa Arab), Oxford, 1959 : (3) Islam; (4) Major Themes of the Qur'an, (5) Islamic Methodology in History, Islamabad, 1969. (6) Islam and Modernity Transformation of an Intellectual Tradition, Chicago, 1982, dan beberapa tulisan atau buku lainnya. Rahman juga menjabat sebagai guru besar tentang pemikiran Islam di University of Chicago.
            Pada tahun 1970 "Rahman" hijrah ke Amerika, ia menjadi Guru Besar kajian Islam dalam berbagai aspeknya di Departement of Near Eastem Languages and Civilization, University of Chicago. Keputusan "Rahman" hijrah ke Chicago didasarkan pada pengalaman pengabdiannya di Pakistan, negeri dan tanah airnya sendiri. Bahwa Pakistan dan negeri-negeri Muslim lainnya belum siap menyediakan lingkungan kebebasan intelektual yang bertanggung jawab ("Rahman", dikutip Gufron A.Mas'adi, 1997 : 30). 
            "Rahman", bukanlah seorang tokoh parsial dalam aspek pemikiran tertentu, misalnya teologi, filsafat, hukum Islam dan sebagainya, tetapi ia hampir-hampir mengkaji dan menguasai segala aspek pemikiran Islam dalam posisi yang hampir merata. Keseluruhan pemikiran "Rahman" merupakan wujud dan kesadarannya akan krisis yang dihadapi Islam dewasa ini, di mana krisis tersebut sebagian berakar dalam sejarah Islam sendiri, dan sebagian lagi adalah tantangan modernitas. Dengan dorongan rasa tanggung jawab terhadap Islam, umat dan masa depan mereka di tengah-tengah modernitas dewasa ini, "Rahman" mengabdikan potensi intelektualnya untuk mengatasi krisi tersebut ("Rahman", dikutip Gufron A.Mas'adi, 1997 : 32)

2.  Pemikiran Pembaharuan pendidikan Islam

a. Tujuan Pendidikan

Dewasa ini pendidikan Islam sedang dihadapkan dengan tantangan yang jauh lebih berat dari masa permulaan penyebaran islam. Tantangan tersebut berupa timbulnya aspirasi dan idealisme umat  manusia yang serba multi interest dan berdimensi nilai ganda dengan  tuntutan hidup yang multi  komplek pula .Ditanbah lagi dengan beban psikologis umat islam dalam menghadapi barat bekas saingan jika bukanya musus sepanjang sejarah . Kesulitan ini semakin menjadi akut karena faktor psikologis yang lain , yang timbul sebagai komplek pihak yang kalah , berbeda dengan kedudakan umat islam klasik  pada waktu itu umat islam adalah pihak yang menang dan berkuasa.
Fenomena tersebut, ,  telah menyuburkan  tumbuhnya golongan -golongan penekan .Golongan-golongan ini dengan cepat meraih kekuasaan dari  orang -orang yang pikiranya lebih cenderung kepada agama.Akibatnya munculah suatu ketergantungan dan pertentangan antara golongan sekular dengan golongan agama.Pertentangan ini telah menampakan diri secara terang-terangan dibeberapa negara seperti Turki,Mesir,Pakistan dan Indonesia.
            Dan pada gilirannya mengakibatkan pendidikan islam tidak diarahkan kepada tujuan yang positip.Tujuan pendidikan islam cenderung berorientasi kepada kehidupan akhirat semata dan bersifat desentif. Hal ini sebagai mana yang dikemukakan oleh Rahman bahwa :
Strategi pendidikan islam yang ada sekarang ini tidaklah benar-benar diarahkan kepada tujuan yang positif,tetapi lebih cenderung bersifat defensif yaitu untuk menyelamatkan pikiran kaum Muslimin dari pencemaran atau kerusakan yang ditimbulkan oleh dampak gagasan-gagasan Barat yang datang melalui berbagai disiplin ilmu,terutama gagasan-gagasan yang akan meledakkan standar moralitas Islam (Nurcholish, 1992 : 455).
            Dalam kondisi kepanikan spiritual itu,strategi pendidikan Islam yang dikembangkan diseluruh dunia Islam secara universal bersifat mekanis.Akibatnya munculah golongan yang menolak segala apa yang berbau Barat,bahkan adapula yang mengharamkan pengambil alihan ilmu dan teknologinya.Sehingga apabila kondisi ini terus berlanjut akan dapat menyebabkan kemunduran umat Islam.
            Menurut Rahman, ada beberapa hal yang haruh dilakukan Pertama, tujuan pendidikan Islam yang bersifat desentif dan cenderung berorientasi hanya kepada kehidupan akhirat tersebut harus segera diubah.Tujuan pendidikan islam harus berorientasi kepada klehidupan dunia dan akhirat sekaligus serta bersumber pada AL-Qur’an.Menurutnya bahwa :
Tujuan pendidikan dalam pandangan AL-Qur’an adalah untuk mengembangkan kemampuan inti manusia dengan cara yang sedemikian rupa sehingga ilmu pengetahuan yang diperolehnya akan menyatu dengan kepribadian kreatifnya (Ibid).
            Kedua, beban psikologis umat Islam dalam menghadapi Barat harus segera dihilangkan.Untuk menghilangkan beban psikologis umat Islam tersebut,Rahman menganjurkan supaya dilakukan kajian Islam yang menyeluruh secara historis dan sistimatis mengenai perkembangan disiplin-disiplin ilmu Islam seperti teologi,hukum,etika,hadis ilmu-ilmu sosial,dan filsafat,dengan berpegang kepada AL-Qur’an sebagai penilai.Sebab disiplin ilmu-ilmu Islam yang telah berkembang dalam sejarah itulah yang memberikan kontiunitas kepada wujud intelektual dan spiritual masyarakat Muslim.Sehingga melalui upaya ini diharapkan dapat menghilangkan beban psikologis umat Islam dalam menghadapi Barat.
          Ketiga, sikap negatif umat Islam terhadap ilmu pengetahuan juga harus dirubah. Sebab menurut Rahmah, ilmu pengetahuan tidak ada yang salah, yang salah adalah penggunanya. Ilmu tentang atom misalnya, telah ditemukan saintis Barat, namun sebelum mereka memanfaatkan tenaga listrik dari penemuan itu (yang dimaksud memanfaatkan energi hasil reaksi inti yang dapat ditransformasikan menjadi energi listrik) atau menggunakannya buat hal-hal yang berbguna, mereka menciptakan bom atom. Kini pembuatan bom atom masih terus dilakukan bahkan dijadikan sebagai ajang perlombaan. Para saintis kemudian dengan cemas mencari jalan untuk menghentikan pembuatan senjata dahsyat itu.
            Rahman juga menyatakan bahwa di dalam Al-Qur’an kata al-ilm (ilmu pengetahuan) digunakan untuk semua jenis ilmu pengetahuan. Contohnya, ketika Allah mengajarkan bagaimana Daud membuat baju perang, itu juga al-’ilm. Bahkan sihir (sihr), sebagaimana yang pernah diajarkan oleh Harut dan Marut kepada manusia, itu juga merupakan salah satu jenis al-’ilm meskipun jelek dalam arti praktek dan pemakaiannya. Sebab banyak yang menyalahgunakan sihir itu untuk memisahkan suami dari istrinya. Begitu pula hal-hal yang memberi wawasan baru pada akal termasul al-’ilm (Rahman, 1982 : 69) .

b. Sistem Pendidikan
Persoalan dualisme dikotomi sistem pendidikan itu telah melanda seluruh negara Muslim atau negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Bahkan menurut Syed Sajjad Husain dan Syed Ali Ashraf, dikotomi sistem pendidikan itu bukan hanya menyangkut perbedaan dalam struktur luarnya saja tapi juga perbedaan yang lahir dari pendekatan mereka terhadap tujuan-tujuan pendidikan.
Sistem tradisional kuno dalam Islam didasarkan atas seperangkat nilai-nilai yang berasal dari Al-Qur’an. Di dalam Al-Qur’an dinyatakan bahwa tujuan-tujuan pendidikan yang sesungguhnya adalah menciptakan manusia yang taat kepada Tuhan dan akan selalu berusaha untuk patuh pada perintah-perintah-Nya sebagaimana yang dituliskan dalam kitab suci. Orang semacam ini akan berusaha untuk memahami seluruh fenomena di dalam dan di luar khazanah kekuasaan Tuhan. Di lain pihak sistem modern, yang tidak secara khusus mengesampingkan Tuhan, berusaha untuk tidak melibatkan-Nya dalam penjelasannya mengenai asal-usul alam raya atau fenomena dengan mana manusia selalu berhubungan setiap harinya.
Di tengah maraknya persoalan dikotomi sistem pendidikan Islam tersebut, Rahman berupaya untuk menawarkan solusinya. Menurutnya untuk menghilangkan dikotomi sistem pendidikan Islam tersebut adalah dengan cara mengintegrasikan antara ilmu-ilmu agama dengan ilmu-ilmu umum secara organis dan menyeluruh (Ibid). Sebab pada dasarnya ilmu pengetahuan itu terintegrasi dan tidak dapat dipisah-pisahkan.
Dengan demikian di dalam kurikulum maupun silabus pendidikan Islam harus tercakup baik ilmu-ilmu umum seperti ilmu sosial, ilmu-ilmu alam dan sejarah dunia maupun ilmu-ilmu agama seperti fiqih, kalam, tafsir, Hadis.  Menurut hemat penyusun, metode integrasi seperti yang ditawarkan oleh Rahman itulah yang pernah diterapkan pada masa keemasan Islam. Pada masa itu ilmu dipelajari secara utuh dan seimbang antara ilmu-ilmu yang diperlukan untuk mencapai kesejahteraan di dunia (ilmu-ilmu umum) maupun ilmu-ilmu untuk mencapai kebahagiaan di akhirat (ilmu-ilmu agama).
Pendekatan integralistik seperti itu, yang melihat adanya hubungan fungsional antara ilmu-ilmu umum dan ilmu-ilmu agama, telah berhasil melahirkan ulama-ulama yang memiliki pikiran-pikiran yang kreatif dan terpadu serta memiliki pengetahuan luas dan mendalam pada masa klasik. Ibn Sina misalnya, selain ahli agama, juga seorang psikolog, ahli dalam ilmu kedokteran dan sebagainya. Demikian pula dengan Ibn Rusyd, ia di samping sebagai ahli hukum Islam, juga ahli dalam bidang matematika, fisika, astronomi, logika, filsafat dan ilmu pengobatan.
Adanya keseimbangan antara ilmu-ilmu umum (dunia) dengan ilmu-ilmu agama dalam suatu kurikulum pendidikan Islam, menurut Hasan Langgulung, oada gilirannya akan melahirkan spesialisasi pada bagian ilmu sesuai dengan periode perkembangan, sesuai dengan tingkat pendidikan, sesuai dengan spesilalisasi sempit pada tingkat pendidikan tinggi, di masjid-masjid dan rumah-rumah hikmah (universitas-universitas) kemudian hari sampai sekarang (Langgulung, 1992 : 117-118)
Menurut Rahman bahwa ilmu pengetahuan itu pada prinsipnya adalah satu yaitu berasal dari Allah SWT. Hal ini sesuai degan apa yang dijelaskan di dalam Al-Qur’an. Menurut Al-Qur’an semua pengetahuan datangnya dari Allah. Sebagian diwahyukan kepada orang yang dipilih-Nya melalui ayat-ayat Qur’aniyah dan sebagian lagi melalui ayat-ayat kauniyah yang diperoleh manusia dengan menggunakan indera, akal dan hatinya. Pengetahuan yang diwahyukan mempunyai kebenaran yang absolut sedangkan pengetahuan yang diperoleh, kebenarannya tidak mutlak (Rahman, 1983: 72)

c. Anak Didik (Peserta Didik)
            Anak didik yang dihadapi oleh dunia pendidikan Islam di negara-negara Islam berkaitan erat dengan belum berhasilnya dikotomi antara ilmu-ilmu agama dengan ilmu-ilmu umum disumbangkan di lembaga-lembaga pendidikan Islam. Belum berhasilnya penghapusan dikotomi antara ilmu-ilmu agama dengan ilmu-ilmu umum mengakibatkan rendahnya kualitas intelektual anak didik dan munculnya pribadi-pribadi yang pecah (split personality) dari kaum Muslim. Misalnya seorang muslim yang saleh dan taat menjalankan ibadah, pada waktu yang sama ia dapat menjadi pemeras, penindas, koruptor, atau melakukan perbuatan tercela lainnya (Madjid, 1992 : 234). Bahkan yang lebih ironis lagi dikotomi sistem pendidikan tersebut mengakibatkna tidak lahirnya anak didik yang memiliki komitmen spiritual dan intelektual yang mendalam terhadap Islam dari lembaga-lembaga pendidikan Islam.  (Ma’arif, 1991 : 20) Sebagian dari mereka lebih berperan sebagai pemain-pemain teknis dalam masalah-masalah agama. Sementara ruh agama itu sendiri jarang benar digumulinya secara intens dan akrab.
            Menurut Rahman, beberapa usaha yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut di atas. Pertama, anak didik harus diberikan pelajaran Al-Qur’an melalui metode-metode yang memungkinkan kitab suci bukan hanya dijadikan sebagai sumber inspirasi moral tapi juga dapat dijadikan sebagai rujukan tertinggi untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari yang semakin kompleks dan menantang (Rahman, 1983 : 72). Dalam kaitan itu Rahman menawarkan metode sistematisnya dalam memahami dan menafsirkan Al Qur’an. Metode itu terdiri dari dua gerakan ganda yaitu dari situasi sekarang ke masa Al Qur’an diturunkan dan kembali lagi ke masa kini. Gerakan pertama mempunyai dua langkah.
1.      Orang harus memahami arti atau makna dari suatu pernyataan dengan mengkaji situasi dan problem historis di mana pernyataan AL Qur’an tersebut merupakan jawaban. Sebelum mengkaji ayat-ayat spesifiknya, sutau kajian mengenai mengenai situasi makro dalam batasan-batasan masyarakat, agama, adat-istiadat, lembaga-lembaga dan mengenai kehidupan secara menyeluruh di Arabia pada saat kehadiran Islam, khususnya di sekitar Mekkah harus dilakukan (Rahman, 1968 : 219-224).
2.      Menggenerasikan jawaban-jawaban spesifik tersebut dan menyatakannya sebagai pernyataan-pernyataan yang memiliki tujuan moral dan sosial umum yang dapat disaring dari ayat-ayat spesifik dalam sinaran latar belakang sosio-historis yang sering dinyatakan. Selama proses ini, perhatian harus diberikan kepada arah ajaran Al-Qur’an sebagai suatu keseluruhan sehingga setiap arti tertentu yang difahami, setiap hukum yang dinyatakan dan setiap tujuan yang dirumuskan akan koheren dengan yang lainnya. Al Qur’an sebagai suatu keseluruhan memang menanamkan sikap yang pasti terhadap hidup dan memenuhi suatu pandangan dunia yang kongkrit (Rahman, 1983 : 6).
            Jika dua momen gerakan ganda ini dapat dicapai, menurut Rahman, perintah-perintah Al-Qur’an akan hidup dan efektif kembali (Ibid) Metode penafsiran yang ditawarkan Rahman itulah yang disebutnya sebagai prosedur ijtihad. Dalam metode tersebut Rahman telah mengasimilasi dan mengkolaborasi secara sistematis pandangan yuridis Maliki dan Syathibi tentang betapa mendesaknya memahami Al-Qur’an sebagai suatu ajaran yang padu dan kohesif ke dalam gerakan pertama dari metodenya (Amal, 1987 : 103) Kedua, memberikan materi disiplin ilmu-ilmu Islam secara historis, kritis dan holistik. Disiplin ilmu-ilmu Islam itu meliputi: Teologi, hukum etika, ilmu-ilmu sosial dan filsafat (Rahman, 1983 : 20)
d. Pendidik (Mu’allim)
            Untuk mendapatkan kualitas pendidik seperti itu di lembaga-lembaga pendidikan Islam dewasa ini sangat sulit sekali. Hal ini dibuktikan Rahman, melalui pengamatannya terhadap perkembangan pendidikan Islam di beberapa negara Islam. Ia melihat bahwa pendidik yang berkualitas dan profesional serta memiliki pikiran-pikiran yang kreatif dan terpadu yang mampu menafsirkan hal-hal yang lama dalam bahasa yang baru sejauh menyangkut substansi dan menjadikan hal-hal yang baru sebagai alat yang berguna untuk idealita  masih sulit ditemukan pada masa modern (Rahman, 1982 : 139). Masalah kelangkaan tenaga pendidik seperti ini telah melanda hampir semua negara Islam.
            Dalam mengatasi kelangkaan tenaga pendidik seperti itu, Rahman menawarkan beberapa gagasan: Pertama, merekrut dan mempersiapkan anak didik yang memiliki bakat-bakat terbaik dan mempunyai komitmen yang tinggi terhadap lapangan agama (Islam). Anak didik seperti ini harus dibina dan diberikan insentif yang memadai untuk membantu memnuhi keperluannya dalam peningkatan karir intelektual mereka (Ibid). Apabila hal ini tidak segera dilakukan maka upaya untuk menciptakan pendidik yang berkualitas tidak akan terwujud. Sebab hampir sebagian besar pelajar yang memasuki lapangan pendidikan agama adalah mereka yang gagal memasuki karir-karir yang lebih basah.
            Kedua, mengangkat lulusan mdrasah yang relatif cerdas atau menunjuk sarjana-sarjana modern yang telah memperoleh gelar doktor di universitas-universitas Barat dan telah berada di lembaga-lembaga keilmuan tinggi sebagai guru besar-guru besar bidang studi bahasa Arab, bahasa Persi, dan sejarah Islam. Ketiga, para pendidik harus dilatih di pusat-puast studi keislaman di luar negeri khususnya ke Barat. Hal ini pernah direalisasikan Rahman, sewaktu ia menjabat direktur Institut Pusat Penelitian Islam. Atas gagasan Rahman ini, Institut yang dipimpinnya berhasil menerbitkan jurnal berkala ilmiah yang berbobot yaitu Islamic Studies. Melalui jurnal inilah para anggota institut mulai menyumbangkan karya riset nereka yang bermutu, di samping beberapa buku dan suntingan-suntingan dari naskah-naskah klasik. Kasus institut ini melukiskan telah lahirnya kesarjanaan yang kreatif dan bertujuan.
            Gagasan Rahman itu juga pernah diterapkan di Indonesia melalui pengiriman pendidik atau tenaga pengajar IAIN yang potensial untuk melanjutkan studinya ke universitas di negeri Barat yang mempunyai pusat-pusat studi Islam. Awal dari dampak positif pengiriman pengiriman pendidik ke luar negeri itu memang mulai terasa antara lain seperti terlaksananya pembaruan sistem, metode dan teknik di bidang pengajaran dan penyempurnaan struktur kelembagaan serta susunan kurikulum.
            Keempat, mengangkat beberapa lulusan madrasah yang memiliki pengetahuan bahasa Inggris dan mencoba melatih mereka dalam teknik riset modern dan sebaliknya menarik para lulusan universitas bidang filsafat dan ilmu-ilmu sosial dan memberi mereka pelajaran bahasa Arab dan disiplin-disiplin Islam klasik seperti Hadis, dan yiurisprudensi Islam (Ibid.). Di sini tampak Rahman ingin memberikan bekal ilmu pengetahuan secara terpadu baik kepada para lulusan madrasah maupun kepada mereka yang lulusan universitas. Sehingga melalui upayanya ini akan lahir pendidik-pendidik yang kreatif dan mempunyai komitmen yang kuat terhadap Islam.
            Kelima, menggiatkan para pendidik untuk melahirkan karya-karya keislaman secara kreatif dan memiliki tujuan. Di samping menlulis karya-karya tentang sejarah, filsafat, seni, juga harus mengkonsentrasikannya kembali kepada pemikiran Islam (Ibid),. Di samping itu para pendidik juga harus bersunggguh-sungguh dalam mengadakan penelitian dan berusaha untu menerbitkan karyanya tersebut. Bagi mereka yang memiliki karya yang bagus harus diberi penghargaan antara lain dengan meningkatkan gajinya.





C. KESIMPULAN
            Berdasarkan pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.      Kemunculan gagasan Rahman dilatarbelakangi oleh pengamatanya terhadap perkembangan pendidikan Islam di era modern di beberapa negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam seperti Turki, Indonesia, Mesir dan Pakistan. Menurut Rahman Pendidikan islam di negara-negara tersebut masih dihadapkan kepada beberapa problema pendidikan yang antara laian berkaitan dengan; (1) Tujuan Pendidikan tidak diarahkan kepada tujuan yang positif. (2) Dikotomi sistem pendidikan (3) Rendahnya kualitas anak didik, munculnya pribadi-pribadi yang pecah dan tidak lahirnya anak didik yang memiliki komitmen spiritual dan intelektual yang mendalam terhadap Islam (4) Sulitnya menemukan pendidik yang berkualitas dan professional serta memiliki pikiran yang kreatif dan terpadu, dan (5) minimnya buku-buku yang tersedia di perpustakaan.
2.      Kontribusi terhadap upaya modernisasi pendidikan Islam meliputi lima bidang, yaitu (1) tujuan pendidikan (2) dikotomi sistem pendidikan (3) anak didik (4) pendidik (mu’alim), dan (5) peralatan pendidikan.
Beban psikologis umat Islam dalam menghadapi Barat telah menyebabkan tujuan pendidikan Islam tidak diarahkan kepada tujuan yang positif. Tujuan pendidikan Islam hanya berorientasi kepada kehidupan akherat semata dan bersifat defensif terhadap ilmu pengetahuan. Untuk mengatasi ini menurut Rahman ada tiga usaha yang harus dilakukan : (a) mengorientasikan tujuan Pendidikan Islam kepada kehidupan dunia dan akherat sekaligus dan bersumber dari al-Qur’an. (b) menghilangkan beban psikologis umat Islam dalam menghadapi Barat, dan (c) menghilangkan sikap negatif terhadap ilmu pengetahuan.
Adanya dikotomi sistem pendidikan Islam telah menyebabkan rendahnya kualitas anak didik, munculnya pribadi-pribadi yang pecah dan tidak lahirnya anak didik yang amemiliki komitmen spiritual dan intelektual yang mendalam terhadap Islam. Untuk mengatasi masalah ini ada empat buah usaha yang harus dilakukan ; (a) memberikan pelajaran al-Qur’an dan metode tafsir sistematis, sehingga memungkinkan al-Qur’an tidak saja berfungsi sebagai sumber inspirasi moral tetapi juga tidak dijadikan sebagai rujukan sentral bagi pemecahan persoalan yang muncul ke permukaan, (b) memberikan materi disiplin ilmu-ilmu Islam secara historis, kritis, dan menyelurruh, sehingga melalui upaya ini dapatmengintegrasikan pikiran-pikiran itu ke dalam konsep Islam yang utuh dan terpadu, (c) mengintensifkan penguasaan bahasa asing seperti bahasa Arab dan bahasa Inggris disamping bahasa nasional (d) menumbuhkan sikap toleran terhadap perbedaan pendapat.





















DAFTAR PUSTAKA




Amal, Taufiq Adnan, 1987, Islam Tantangan Modernitas : Studi Atas Pemikiran Hukum Fazlur Rahman, Bandung : Mizan

______, (ed), 1987, Motode dan Alternatif Neo Modernisme Islam, Bandung : Mizan

______, dan Fauzi, Ihsan Ali, Fazlur Rahman Sang Sarjana Sang Pemikir, Jakarta : LSAF, 1988
Ghufron, A. Mas’adi, Pemikiran Fazlur Rahman tentang Metodologi Pembaharuan Hukum Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997

Langgulung, Hasan, 1992, Asas-Asas Pendidikan Islam, Jakarta : Pustaka al-Husna

Ma’arif, Syafi’I, 1993, Peta Bumi Intelektualisme di Indonesia, Bandung : Mizan

Madjid, Nurcholish, 1992, Islam Doktrin Dan Peradaban, Jakarta : Yayasan Wakaf Paramadina.

Nasution, Harun, 1994, Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta : Bulan Bintang.

Rahman, Fazlur, 1968, Islam, New York : Anchor Book

________, 1982, Islam and Modernity ; Transformation An Intellectual Tradition, Chicago : University of Chicago Press

________, 1983, Major Themes of The Qur’an, ter. Mahyudin, Anas, Tema-Tema Pokok al-Qur’an, Bandung : Pustaka

Comments (0)